Rabu, 28 Oktober 2015

Kajian filsafat

KAJIAN FILSAFAT APA ITU FILSAFAT ? Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan berfikir dewasa dalam segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Pekembangan filsafat dimulai dari jaman filsafat kuno sampai dengan filsafat moderen. Berbagai pemikiran-pemikiran baru bermunculan dan bersama-sama mencari kebenaran untuk mencapai suatu kebenaran yang sejati. Dalam kehidupan sehari – hari kita mungkin sering mendengar kata filsafat. Lalu apakah kita sudah mengetahui pengertian dari filsafat tersebut? Banyak juga orang yang belum mengetahui makna sesungguhnya dari filsafat padahal filsafat adalah ilmu yang penting karena filsafat adalah induk dari segala ilmu pengetahuan. Selain itu banyak pula yang belum mengetahui ruang lingkup dari filsafat. Sesungguhnya ruang lingkup filsafat saling berhubungan dengan pengertian filsafat itu sendiri. Kata filsafat berasal dari kata Yunani filosofia yang berasal dari kata filosofein yang berarti mencintai kebijaksanaan. Kata tesebut juga berasal dari kata Yunani philosophis yang berasal dari kata kerja philein yang berarti mencintai, atau philia yang bererti cinta dan Sophia yang berarti kearifan. Dari kata tersebut lahirlah kata Inggris Philosophy yang biasanya diterjemahkan sebagai “cinta kearifan“. Arti kata tersebut diatas belum memperhatikan makna yang sebenarnya dari kata filsafat sebab pengertian “mencintai” belum memperhatikan keaktifan seorang filosof untuk memeperoleh kearifan dan kebijaksanaan itu. Menurut pengertian yang lazim berlaku di Timu (Tiongkok dan India), seseorang disebut filosof bila dia telah mendapatkan atau telah meraih kebijaksanaan. Sedangkan menurut pengertian lazim di Barat, kata “mencintai”tidak perlu mendapat kebijkasanaan karena itu yang disebut filosof atau “orang bijaksana” mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengertisn di Timur. Dengan menyebut filsafat sebagai “cinta akan kebijaksanaan”, maka timbullah pertanyaan : apakah kebijaksanaan yang dikejar itu? Yang jelas kebijaksanaan itu ada sangkut pautnya dengan mengerti (know) dengan pengetahuan (knowledge). Akan tetapi tidak setiap “mengerti” itu kebijaksanaan atau bahkan filsafat. Yang pasti bahwa kebijaksanaan dan filsafat itu suatu bentuk tertentu, boleh dikatakan merupakan pengetahuan dalam bentuknya yang tertinggi. Refleksi manusia terhadap realitas mungkin berawal dariketakjuban atau keheranan, ketidakpuasan, keraguan ataukesangsian dan kesadaran akan keterbatasan (ketidakberdayaan). Hal – hal itu kemudian diteruskan menjadi sebuah pertanyaan, dan pertanyaan dicoba jawab secara sistematis, logis dan mendasar. Dari sinilah asal mula filsafat itu lahir. Pengertian filsafat dapat dipandang dari dua segi: pertama, dilihat dari segi hasil pengetahuan. Kedua, filasafat dilihat dari segi aktifitas budi manusia. Dilihat dari segi pengetahuan, filasfat adalah jenis pengetahuan yang berusaha mencari hakikat dari segala sesuatu yang ada. Ada beberapa definisi yang telah diberika oleh pemikir atau filossof: • Plato (427 SM – 348 SM) “filasafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli”. • Aristoteles (382 SM – 322 SM) “ filasfat adalah pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandugn didalamnya ilmu – ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika”. • Al Farabi (870 M – 950 M) “ filasfat adalah ilmu pengetahuan tentang alam bagaimana hakekatnya sebearnya”. • Descartes (1590 M – 1650 M) “filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di aman Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan”. • Immanuel Kant (1724 M – 1804 M) “Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang menckup di dalamnya beberapa persoalan: 1. Apakah yang dapat kita ketahui? (Jawabnya : Metafisika) 2. Apakah yang harus kita kerjakan? (Jawabnya : Etika) 3. Sampai dimanakah harapan kita? (Jawabnya : Agama) 4. Apakah yang dimanakan manusia? (Jawabnya : Atropologi) • Harun Nasution : “Filasafat adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dan bebas (tidak terikat tradisi,agama atau dogma) dan dengan sedalam–dalamnya sehingga sampai ke dasar – dasar (akar) persoalan”. • Al – Kindi : “Dikalangan kaum kalangan orang muslim orang yang pertama memberikan pengertian filasafat dan lapangnya adalah Al – Kindi, ia membagi filsafat menjadi 3 bagian: 1. Thabiiyyat (ilmu fisika) sebagai sesuatu yang berbenda. 2. Al–ilm al – rriyadli (matematika) terdiri dari ilmu hitung, teknik, astronomi dan musik ) berhubungan dengan tapi punya wujud sendiri. 3. Al – ar – rububiyyah (ilmu ketuhanan) Filsafat Sebagai Cara Berpikir Berpikir secara filsafat dapat diartikan sebagai berpikir yand sangat mendalam sampai hakikat atau berpikir secara global/menyeluruh atau berpikir yang dilihat sari berbagai sudut pandang pemikiran atau sudut pandang pengetahuan. Berpikir yang dwmikian ini sebagai upaya untuk dapat berpikir secara cepat dan benar serta dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Harus Sistematis Pemikiran yang sistematis ini dapat diartikan untuk menyusun suatu pola pengetahuan yang rasional. Sistematis adalah masing – masing unsure saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu keseluruhan. Sistematika pemikiran seorang filosof banyak dipegaruhi oleh keadaan dirinya, lingkungan,zamannya, pendidikan dan sistem pemikiran yang mempengaruhi. 1. Harus Konsepsional Secara umum istilah konsepsional berkaitan dengan ide (gambar) atau gambaran yang melekat pada akal pikiran yang berada dalam intelektual. Gambaran tersebut mempunyai bentuk tangkapan sesuai dengan riilnya. Sehingga maksud dari “konsepsinal” tersebut sebagai upaya untuk menyusun suatu bagan yang terkonsepsi (jelas). Karena berpikir secara filsafat sebenarnya berpikir tentang hal dan prosesnya. 1. Harus Koheren Koheren atau runtut adalah unsur – unsurnya tidak boleh mengandung uraian – uraian yang bertentangan satusama lain. Koheren atau runtut di dalamnya memuat sesuatu kebenaran logis. Sebaliknya, apabila suatu uraian yang di dalamnya memuat kebenaran logis, uraian terebut dikatakan sebagai uraian yang tidak koheren. 1. Harus Rsional Maksud rasional adalah unsur – unsurnya berhubungan secara logis. Artinya, pemikiran filsafat harus diuraikan dalam bentuk yang logis, yaitu suatu bentuk kebenaran yang mempunyai kaidah/tata cara.tata cara berpikir. 1. Harus Sinoptik Sipnotik artinya pemikiran filsafat harus melihat hal – hal secara menyeluruh atau dalam kebersamaan secara integral. 1. Harus Mengarah pada Pandangan Dunia Maksudnya adalah [emikiran filsafat sebagai upaya untuk memahami semua realitas kehidupan dengan jalan menyusun suatu pandangan (hidup) dunia, termasuk di dalamnya menerangkan tentang dunia dan semua hal yang berada di dalamnya (dunia). Filsafat Sebagai Pandangan Hidup Diartikan sebagai pandangan hidup karena filsafat pada hakikatnya bersumber pada hakikat kodrat pribadi manusia (sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk Tuhan). Hal ini berarti bahwa filsafat mendasarkan pada penjelmaan manusia secara total dan sentral sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk monodualisme (manusia secara kodrat terdiri dari jiwa dan raga). Manusia secara total (menyeluruh) dan sentral di dalamnya memuat sekaligus sebagai sumber penjelmaan bermacam – macam filsafat sebagai berikut : 1) Manusia dengan unsur raganya dapat melahirkan filsafat biologi. 2) Manusia dengan unsur rasanya dapat melahirkan filsafat keindahan (estetika). 3) Manusia dengan unsur monodualismenya (kesatuan jiwa dan raganya) dapat melahirkan filsafat antropologi. 4) Manusia dengan kedudukannya sebagai makhluk Tuhan dapat melahirkan filsafat ketuhanan. 5) Manusia dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial dapat melahirkan filsafat sosial. 6) Manusia sebagai makhluk yang berakal dapat melahirkan filsafat berpikir (logika). 7) Manusia dengan unsur kehendaknya untuk berbuat baik dan buruk dapat melahirkan filsafat tingkah laku (etika). 8) Manusia dengan unsur jiwanya dapat melahirkan filsafat psikologi. 9) Manusia dengan segala aspek kehidupannya dapat melahirkan filsafat nilai (aksiologi) 10) Manusia dengan dan sebagai warga negara dapat melahirkan filsafat negara. 11) Manusia dengan unsur kepercayaannya terhadap supernatural dapat melahirkan filsafat agama. Filsafat sebagai pandangan hidup (Weltsanschaung) merupakan suatu pandangan hidup yang dijadikan dasar setiap tindakan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari – hari, juga dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan – persoalan yang dihadapi dalam hidupnya. Pandangan hidupnya itu akan tercermin di dalam sikap hidup dan cara hidup. Sikap dan cara tersebut akan muncul apabila manusia mampu memikirkan dirinya sendiri secara total. Filsafat itu memperlihatkan kepada kita, apa yang hidup dalam diri manusia yang telah menjadi sadar. Filsafat itu menjelaskan kepada kita, apa yang dicari manusia pada zaman tertentu, apa yang hidup dan bergerak di dalam bagian terdalam hidup manusia pada suatu zaman. Ternyata bahwa tiap zaman memiliki filsafatnya sendiri-sendiri, yang berusaha menurut keyakinannya masing-masing untuk memperbaiki hidup manusia. Meminjam pemikiran William James Durant alias WILL DURANT (1885-1981) dalam bukunya The Story of Philosophy, filsafat dapat diibaratkan sebagai pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri.1). Pasukan infanteri ini adalah sebagai pengetahuan, yang diantaranya adalah ilmu. Filsafatlah yang "memenangkan" tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Setelah itu, ilmulah yang membelah gunung, merambah hutan, dan menyempurnakan kemenangan ini menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan. Setelah penyerahan dilakukan, maka filsafat pun pergi. Dia kembali "menjelajah" laut lepas, berspekulasi, dan meneratas. Seorang yang skeptis, mungkin akan berkata : "Sudah lebih dari 2.000 tahun orang berfilsafat, namun selangkahpun dia tidak maju....". Oke Boss, sepintas lalu kelihatannya memang demikian, namun kesalahpahaman ini sebenarnya dapat segera dihilangkan sekiranya kita tahu bahwa filsafat adalah marinir yang merupakan pioneer, bukan pengetahuan yang bersifat memerinci. Filsafat menyerahkan daerah-daerah yang sudah dimenangkannya kepada ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Semua ilmu, baik ilmu-ilmu alam (natural sciences) maupun ilmu-ilmu sosial (social sciences), bertolak dari pengembangannya bermula sebagai filsafat. Misalnya seperti ISAAC NEWTON (1642-1727), menulis hukum-hukum fisikanya sebagai Philosophiae Naturalis Principia Mathematica pada tahun 1686. Dan ADAM SMITH (1723-1790) yang juga dikenal sebagai "bapak ilmu ekonomi", menulis buku yang berjudul The Wealth of Nations pada tahun 1776, dalam fungsinya sebagai Professor of Moral Philosophy di Universitas Glasgow, Skotlandia. Newtonlah orangnya, yang telah memberikan alas kepada fisika yang klasik, yang menjanjikan suatu perkembangan yang tiada batasnya. Hukum-hukum fisika itu kemudian diterapkan kepada ilmu-ilmu pengetahuan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena Ilmu Pasti, Biologi, Filologi, Sejarah, dll.., telah mencapai hasil yang sangat penting. Harapan manusia diarahkan kepada filsafat. Hal ini menyebabkan filsafat tidak dapat berkembang dengan baik. Seberapapun manusia mengusahakan filsafat, ilmu ini disamakan dengan ilmu pengetahuan alam dalam cakupannya yang seluas-luasnya. Kegiatan "berpikir" disesuaikan dengan petunjuk-petunjuk yang telah diberikan Newton. Metode yang dipakai di dalam filsafat biasanya adalah induksi. Manusia berpangkal dari gejala-gejala, dan mencoba mengembalikannya kepada beberapa asas dan hukum yang bersifat umum, sesuai dengan cara Newton dalam menyelidiki alam yang "tidak" organis ini. Nama asal fisika adalah filsafat alam (natural philosophy), sedangkan nama asal ekonomi adalah filsafat moral (moral philosophy). Dalam perkembangan filsafat menjadi ilmu, maka terdapat taraf peralihan. Dalam taraf peralihan ini, maka bidang penjelajahan filsafat menjadi lebih sempit, tidak lagi menyeluruh, melainkan sektoral. Di sini manusia tidak lagi mempermasalahkan masalah moral secara keseluruhan, melainkan hanya sekedar dikaitkan dengan kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, yang kemudian berkembang menjadi ilmu ekonomi. Walaupun demikian, dalam taraf ini, secara konseptual, sebenarnya ilu masih "mendasarkan diri" kepada norma-norma filsafat. Ekonomi, misalnya, masih merupakan penerapan etika (applied ethics) dalam kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Metode yang dipakai adalah normatif dan deduktif berdasarkan asas-asas moral yang filsafati. Pada tahap selanjutnya, ilmu menyatakan dirinya otonom dari konsep-konsep filsafat, dan mendasarkan diri sepenuhnya kepada hakikat alam sebagaimana adanya. Pada tahap peralihan, ilmu masih mendasarkan diri kepada norma-norma yang seharusnya. Sedangkan pada tahap terakhir, ilmu mendasarkan diri kepada penemuan alamiah sebagaimana adanya. Dalam menyusun pengetahuan tentang alam dan isinya ini, maka manusia tidak lagi mempergunakan metode yang bersifat normatif dan deduktif, melainkan hanya sekedar "kombinasi" antara deduktif dan induktif, dengan jembatan yang berupa "pengajuan hipotesis" yang dikenal sebagai metode logico-hypothetico-verifikatif. (Tunggu pembahasan selanjutnya dalam Metode Ilmiah). William James Durant alias WILL DURANT (1885-1981) dalam bukunya The Story of Philosophy, juga mengatakan bahwa : "Tiap-tiap ilmu dimulai dengan filsafat, dan diakhiri dengan seni. Muncul dalam hipotesis, dan berkembang ke keberhasilan....". (Will Durant, The Story of Philosophy, 1933) BIDANG TELAAH FILSAFAT Selaras dengan dasarnya yang spekulatif, maka filsafat menelaah segala masalah yang yang mungkin dapat dipikirkan oleh manusia. Sesuai dengan fungsinya sebagai pioneer, filsafat mempermasalahkan hal-hal yang pokok. Terjawab masalah yang satu, filsafat pun mulai merambah kepada pertanyaan-pertanyaan lainnya. Dalam tiap kurun zaman, tentu saja mempunyai masalah-masalah yang merupakan "mode" pada waktu itu. Filsafat yang sedang pop dewasa ini, mungkin mengenai UFO; apakah cuma kita satu-satunya "manusia" yang menghuni semesta ini ? Sekiranya diperkirakan terdapat 60 planet yang mempunyai kondisi seperti bumi, apakah cuma kita yang berpenghuni ? Mungkinkah surga dan neraka berada di jagat raya ini meskipun di galaksi lain ? Ataukah benda-benda langit itu pernah berpenghuni dan saling menghancurkan setelah mencapai abad teknologi nuklir ? (Bacalah buku Carl Sagan yang berjudul The Cosmic Connection, sebagai hiburan di waktu senggang). Selaras dengan usaha peningkatan kemampuan penalaran manusia, maka Filsafat Ilmu pun menjadi ngetop. Sedangkan dalam masa-masa mendatang, maka yang akan menjadi perhatian khalayak ramai, kemungkinan bukan lagi filsafat ilmu, melainkan Filsafat Moral yang "berkaitan" dengan ilmu. Seorang professor yang penuh humor, mendekat permasalahan yang dikaji filsafat dengan sajak seperti berikut : What is a man ? What is ? What ? Maksudnya adalah, bahwa dalam hal ini ada terdapat 3 tahapan untuk menyikapi permasalahan-permasalahan tersebut, yakni : Tahap Pertama Pada tahap mula sekali, filsafat mempersoalkan siapakah manusia itu : Hallo, siapa kau ? Tahap ini dapat dihubungkan dengan segenap pemikiran ahli-ahli filsafat sejak zaman Yunani Kuno sampai sekarang yang rupa-rupanya tak kunjung selesai mempermasalahkan makhluk yang satu ini. Kadang kurang kita sadari, bahwa tiap ilmu, terutama ilmu-ilmu sosial (social sciences), mempunyai asumsi tertentu tentang manusia yang menjadi lakon utama dalam kajian keilmuannya. Mungkin ada baiknya jika kita mengambil contoh yang agak berdekatan, yakni ilmu ekonomi dan manajemen. Kedua ilmu ini mempunyai asumsi yang berbeda-beda tentang manusia. Ilmu ekonomi, misalnya, mempunyai asumsi bahwa manusia adalah makhluk ekonomi, yang bertujuan mencari kenikmatan sebesar-besarnya dan menjauhi ketidaknyamanan semungkin bisa. Dia adalah makhluk hedonis yang tak pernah merasa cukup. Atau dalam proposisi ilmiahnya : mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Sedangkan ilmu manajemen, mempunyai asumsi yang berbeda tentang manusia. Karena bidang telaahan ilmu manajemen, lain halnya dengan ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi, bertujuan menelaah hubungan manusia dengan barang atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan ilmu manajemen, bertujuan untuk menelaah tentang "kerja sama" antar sesama manusia, untuk mencapai suatu tujuan yang disetujui bersama (atau dengan kata lain, musyawarah untuk mufakat). Cocokkah asumsi bahwa manusia adalah Homo Oeconomicus bagi manajemen yang tujuannya menelaah "kerja sama" antar sesama manusia ? Saya rasa, TIDAK ! Apakah motif ekonomis yang mendorong seseorang untuk ikut menjadi sukarelawan memberantas kemiskinan dan kebodohan ? Saya rasa, juga BUKAN ! Dan untuk itu, ilmu manajemen mempunyai beberapa asumsi tentang manusia tergantung dari perkembangan dan lingkungannya masins-masing; seperti makhluk ekonomi, makhluk sosial, dan makhluk aktualisasi diri. Mengkaji permasalahan-permasalahan manajemen dengan asumsi manusia dalam kegiatan ekonomis, bisa menyebabkan timbulnya kekacauan dalam analisis yang bersifat akademik. Demikian juga, mengkaji permasalahan-permasalahan ekonomi dengan asumsi yang lain di luar makhluk ekonomi (katakanlah makhluk sosial, seperti asumsi dalam manajemen), bisa menjadikan ilmu ekonomi menjadi moral terapan, mundur sekian ratus tahun ke Abad Pertengahan. Sayang, bukan....??? "....The right (assumption of) man on the right place....". Mungkin kalimat ini perlu kita gantung di tiap-tiap pintu masing-masing disiplin keilmuan. Tahap Kedua Tahap yang kedua ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang berkisar tentang ada (wujud), tentang hidup, dan tentang eksistensi manusia. Apakah hidup ini sebenarnya ? Apakah hidup itu hanya sekedar peluang dengan nasib yang melempar dadu acak (random) ? Bila asumsi Tuhan itu adil, maka penciptaan haruslah diacak. Bila asumsi Tuhan itu adil, Tuhan tidak melempar dadu. (Nah, disinilah salah satu letak perbedaan antara ni'mat (nikmat) dengan istidroj). Ataukah hidup ini sama sekali absurd, tanpa arah tanpa bentuk, bagaikan amoeba yang berzigzag ? Dan nasib adalah bagaikan sibernetik dengan "umpan balik" pilihan probabilistik ? Atau barangkali suatu maksud ? Ketika 2 abad berselang setelah Bruder Juniper menciptakan sastra klasiknya, yakni The Bridge of San Luis Rey yang sangat termasyhur itu, satu-satunya jembatan yang paling indah di seluruh Peru ambruk, hingga melemparkan 5 orang ke dalam jurang yang sangat dalam itu. Adalah hal yang sangat sulit untuk mengetahui kehendak Tuhan, namun sama sekali tidak berarti bahwa hal ini tidak akan pernah bisa kita ketahui, dan mengatakan bahwa Tuhan tidak pernah berpihak kepada kita, hingga mengatakan bahwa Tuhan terhadap kita adalah bagaikan lalat yang dibunuh kanak-kanak pada suatu hari di musim panas. Mungkin ada seorang ilmuwan berkata : "Sama sekali tidak ada hubungannya dengan permasalahan keilmuan Saya....".. Dan ketika laboratorium riset genetika menghasilkan penemuan yang menyangkut hari depan manusia, akankah dia cuma mengangkat bahu dan berkata : "Mengapa ribut-ribut ? Bikin saja semua manusia IQ-nya 160 secara massal, habis perkara Namunpun demikian, jika kita ingin menggumuli permasalahan-permasalahan semacam itu; baik tentang genetika, social engineering, atau bahkan bayi tabung; maka asas-asasnya tidak terdapat dalam ruang lingkup teori-teori ilmiah. Kita harus berpaling kepada filsafat (bukan berpaling dari filsafat), kemudian memilih-milih landasan moral; apakah suatu kegiatan ilmiah secara etis dapat dipertanggungjawabkan atau tidak. Tahap Ketiga Tahap pertama beres, tahap kedua juga beres. Pada tahap yang ketiga ini skenarionya bermula pada suatu pertemuan ilmiah "tingkat tinggi", dimana seorang ilmuwan berbicara panjang lebar ngalor ngidul tentang suatu penemuan ilmiah dalam risetnya. Setelah berjam-jam dia bicara, dia pun menyeka keringatnya, dan berkata kepada hadirin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar