Rabu, 28 Oktober 2015
pertanyaan
Mengapa muncul aliran-aliran filsafat? Apa saja aliran filsafat Islam itu?
Jawaban
Sebab munculnya aliran-aliran filsafat adalah lantaran perbedaan pandangan para filosof terkait dengan definisi filsafat yang berbuntut pada perbedaan beberapa prinsip sehingga menyebabkan berdirinya beberapa aliran filsafat.
Secara teori, aliran-aliran filsafat dalam peradaban Islam terdiri dari dua yaitu Peripatetik (Massyâ) dan Iluminasionis (Isyrâq). Sumber dua aliran ini pada dasarnya berasal dari Yunani kuno. Aliran atau metode pemikiran Aristoteles yang merupakan metode rasional yang apik dan teratur disebut sebagai metode Peripatetik sementara metode pemikiran Plato yang merupakans sebuah metode inspirasional disebut sebagai metode Iluminasionis. Metode iluminasionis ini berakar pada peradaban Yunani yang dapat ditelusuri hingga filosof Yunani yaitu Phytagoras.
Setelah buku al-Syifâ karya Ibnu Sina dan secara umum filsafat Sinaian, salah satu literatur terpenting filsafat adalah buku al-Asfar al-Arba’ah karya Mulla Sadra. Setelah tersebarnya filsafat Mulla Sadra, kebanyakan filosof kontemporer adalah pengikut filsafat Mulla Sadra. Buku-buku yang banyak tersebar setelahnya berisikan uraian dan pemaparan yang berdasarkan pada paradigma pemikiran Sadrian dan dewasa ini aliran filsafat yang tersebar adalah aliran filsafat Hikmah Mut’aliyah (Filsafat Hikmah) Mulla Sadra.
Kajian filsafat
KAJIAN FILSAFAT
APA ITU FILSAFAT ?
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan berfikir dewasa dalam segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Pekembangan filsafat dimulai dari jaman filsafat kuno sampai dengan filsafat moderen. Berbagai pemikiran-pemikiran baru bermunculan dan bersama-sama mencari kebenaran untuk mencapai suatu kebenaran yang sejati.
Dalam kehidupan sehari – hari kita mungkin sering mendengar kata filsafat. Lalu apakah kita sudah mengetahui pengertian dari filsafat tersebut? Banyak juga orang yang belum mengetahui makna sesungguhnya dari filsafat padahal filsafat adalah ilmu yang penting karena filsafat adalah induk dari segala ilmu pengetahuan. Selain itu banyak pula yang belum mengetahui ruang lingkup dari filsafat. Sesungguhnya ruang lingkup filsafat saling berhubungan dengan pengertian filsafat itu sendiri.
Kata filsafat berasal dari kata Yunani filosofia yang berasal dari kata filosofein yang berarti mencintai kebijaksanaan. Kata tesebut juga berasal dari kata Yunani philosophis yang berasal dari kata kerja philein yang berarti mencintai, atau philia yang bererti cinta dan Sophia yang berarti kearifan. Dari kata tersebut lahirlah kata Inggris Philosophy yang biasanya diterjemahkan sebagai “cinta kearifan“.
Arti kata tersebut diatas belum memperhatikan makna yang sebenarnya dari kata filsafat sebab pengertian “mencintai” belum memperhatikan keaktifan seorang filosof untuk memeperoleh kearifan dan kebijaksanaan itu. Menurut pengertian yang lazim berlaku di Timu (Tiongkok dan India), seseorang disebut filosof bila dia telah mendapatkan atau telah meraih kebijaksanaan. Sedangkan menurut pengertian lazim di Barat, kata “mencintai”tidak perlu mendapat kebijkasanaan karena itu yang disebut filosof atau “orang bijaksana” mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengertisn di Timur. Dengan menyebut filsafat sebagai “cinta akan kebijaksanaan”, maka timbullah pertanyaan : apakah kebijaksanaan yang dikejar itu? Yang jelas kebijaksanaan itu ada sangkut pautnya dengan mengerti (know) dengan pengetahuan (knowledge). Akan tetapi tidak setiap “mengerti” itu kebijaksanaan atau bahkan filsafat. Yang pasti bahwa kebijaksanaan dan filsafat itu suatu bentuk tertentu, boleh dikatakan merupakan pengetahuan dalam bentuknya yang tertinggi.
Refleksi manusia terhadap realitas mungkin berawal dariketakjuban atau keheranan, ketidakpuasan, keraguan ataukesangsian dan kesadaran akan keterbatasan (ketidakberdayaan). Hal – hal itu kemudian diteruskan menjadi sebuah pertanyaan, dan pertanyaan dicoba jawab secara sistematis, logis dan mendasar. Dari sinilah asal mula filsafat itu lahir.
Pengertian filsafat dapat dipandang dari dua segi: pertama, dilihat dari segi hasil pengetahuan. Kedua, filasafat dilihat dari segi aktifitas budi manusia. Dilihat dari segi pengetahuan, filasfat adalah jenis pengetahuan yang berusaha mencari hakikat dari segala sesuatu yang ada.
Ada beberapa definisi yang telah diberika oleh pemikir atau filossof:
• Plato (427 SM – 348 SM) “filasafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli”.
• Aristoteles (382 SM – 322 SM) “ filasfat adalah pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandugn didalamnya ilmu – ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika”.
• Al Farabi (870 M – 950 M) “ filasfat adalah ilmu pengetahuan tentang alam bagaimana hakekatnya sebearnya”.
• Descartes (1590 M – 1650 M) “filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di aman Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan”.
• Immanuel Kant (1724 M – 1804 M) “Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang menckup di dalamnya beberapa persoalan:
1. Apakah yang dapat kita ketahui? (Jawabnya : Metafisika)
2. Apakah yang harus kita kerjakan? (Jawabnya : Etika)
3. Sampai dimanakah harapan kita? (Jawabnya : Agama)
4. Apakah yang dimanakan manusia? (Jawabnya : Atropologi)
• Harun Nasution : “Filasafat adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dan bebas (tidak terikat tradisi,agama atau dogma) dan dengan sedalam–dalamnya sehingga sampai ke dasar – dasar (akar) persoalan”.
• Al – Kindi : “Dikalangan kaum kalangan orang muslim orang yang pertama memberikan pengertian filasafat dan lapangnya adalah Al – Kindi, ia membagi filsafat menjadi 3 bagian:
1. Thabiiyyat (ilmu fisika) sebagai sesuatu yang berbenda.
2. Al–ilm al – rriyadli (matematika) terdiri dari ilmu hitung, teknik, astronomi dan musik ) berhubungan dengan tapi punya wujud sendiri.
3. Al – ar – rububiyyah (ilmu ketuhanan)
Filsafat Sebagai Cara Berpikir
Berpikir secara filsafat dapat diartikan sebagai berpikir yand sangat mendalam sampai hakikat atau berpikir secara global/menyeluruh atau berpikir yang dilihat sari berbagai sudut pandang pemikiran atau sudut pandang pengetahuan. Berpikir yang dwmikian ini sebagai upaya untuk dapat berpikir secara cepat dan benar serta dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Harus Sistematis
Pemikiran yang sistematis ini dapat diartikan untuk menyusun suatu pola pengetahuan yang rasional. Sistematis adalah masing – masing unsure saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu keseluruhan. Sistematika pemikiran seorang filosof banyak dipegaruhi oleh keadaan dirinya, lingkungan,zamannya, pendidikan dan sistem pemikiran yang mempengaruhi.
1. Harus Konsepsional
Secara umum istilah konsepsional berkaitan dengan ide (gambar) atau gambaran yang melekat pada akal pikiran yang berada dalam intelektual. Gambaran tersebut mempunyai bentuk tangkapan sesuai dengan riilnya. Sehingga maksud dari “konsepsinal” tersebut sebagai upaya untuk menyusun suatu bagan yang terkonsepsi (jelas). Karena berpikir secara filsafat sebenarnya berpikir tentang hal dan prosesnya.
1. Harus Koheren
Koheren atau runtut adalah unsur – unsurnya tidak boleh mengandung uraian – uraian yang bertentangan satusama lain. Koheren atau runtut di dalamnya memuat sesuatu kebenaran logis. Sebaliknya, apabila suatu uraian yang di dalamnya memuat kebenaran logis, uraian terebut dikatakan sebagai uraian yang tidak koheren.
1. Harus Rsional
Maksud rasional adalah unsur – unsurnya berhubungan secara logis. Artinya, pemikiran filsafat harus diuraikan dalam bentuk yang logis, yaitu suatu bentuk kebenaran yang mempunyai kaidah/tata cara.tata cara berpikir.
1. Harus Sinoptik
Sipnotik artinya pemikiran filsafat harus melihat hal – hal secara menyeluruh atau dalam kebersamaan secara integral.
1. Harus Mengarah pada Pandangan Dunia
Maksudnya adalah [emikiran filsafat sebagai upaya untuk memahami semua realitas kehidupan dengan jalan menyusun suatu pandangan (hidup) dunia, termasuk di dalamnya menerangkan tentang dunia dan semua hal yang berada di dalamnya (dunia).
Filsafat Sebagai Pandangan Hidup
Diartikan sebagai pandangan hidup karena filsafat pada hakikatnya bersumber pada hakikat kodrat pribadi manusia (sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk Tuhan). Hal ini berarti bahwa filsafat mendasarkan pada penjelmaan manusia secara total dan sentral sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk monodualisme (manusia secara kodrat terdiri dari jiwa dan raga). Manusia secara total (menyeluruh) dan sentral di dalamnya memuat sekaligus sebagai sumber penjelmaan bermacam – macam filsafat sebagai berikut :
1) Manusia dengan unsur raganya dapat melahirkan filsafat biologi.
2) Manusia dengan unsur rasanya dapat melahirkan filsafat keindahan (estetika).
3) Manusia dengan unsur monodualismenya (kesatuan jiwa dan raganya) dapat melahirkan filsafat antropologi.
4) Manusia dengan kedudukannya sebagai makhluk Tuhan dapat melahirkan filsafat ketuhanan.
5) Manusia dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial dapat melahirkan filsafat sosial.
6) Manusia sebagai makhluk yang berakal dapat melahirkan filsafat berpikir (logika).
7) Manusia dengan unsur kehendaknya untuk berbuat baik dan buruk dapat melahirkan filsafat tingkah laku (etika).
8) Manusia dengan unsur jiwanya dapat melahirkan filsafat psikologi.
9) Manusia dengan segala aspek kehidupannya dapat melahirkan filsafat nilai (aksiologi)
10) Manusia dengan dan sebagai warga negara dapat melahirkan filsafat negara.
11) Manusia dengan unsur kepercayaannya terhadap supernatural dapat melahirkan filsafat agama.
Filsafat sebagai pandangan hidup (Weltsanschaung) merupakan suatu pandangan hidup yang dijadikan dasar setiap tindakan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari – hari, juga dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan – persoalan yang dihadapi dalam hidupnya. Pandangan hidupnya itu akan tercermin di dalam sikap hidup dan cara hidup. Sikap dan cara tersebut akan muncul apabila manusia mampu memikirkan dirinya sendiri secara total.
Filsafat itu memperlihatkan kepada kita, apa yang hidup dalam diri manusia yang telah menjadi sadar. Filsafat itu menjelaskan kepada kita, apa yang dicari manusia pada zaman tertentu, apa yang hidup dan bergerak di dalam bagian terdalam hidup manusia pada suatu zaman. Ternyata bahwa tiap zaman memiliki filsafatnya sendiri-sendiri, yang berusaha menurut keyakinannya masing-masing untuk memperbaiki hidup manusia.
Meminjam pemikiran William James Durant alias WILL DURANT (1885-1981) dalam bukunya The Story of Philosophy, filsafat dapat diibaratkan sebagai pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri.1). Pasukan infanteri ini adalah sebagai pengetahuan, yang diantaranya adalah ilmu. Filsafatlah yang "memenangkan" tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Setelah itu, ilmulah yang membelah gunung, merambah hutan, dan menyempurnakan kemenangan ini menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan. Setelah penyerahan dilakukan, maka filsafat pun pergi. Dia kembali "menjelajah" laut lepas, berspekulasi, dan meneratas.
Seorang yang skeptis, mungkin akan berkata : "Sudah lebih dari 2.000 tahun orang berfilsafat, namun selangkahpun dia tidak maju....". Oke Boss, sepintas lalu kelihatannya memang demikian, namun kesalahpahaman ini sebenarnya dapat segera dihilangkan sekiranya kita tahu bahwa filsafat adalah marinir yang merupakan pioneer, bukan pengetahuan yang bersifat memerinci. Filsafat menyerahkan daerah-daerah yang sudah dimenangkannya kepada ilmu-ilmu pengetahuan lainnya.
Semua ilmu, baik ilmu-ilmu alam (natural sciences) maupun ilmu-ilmu sosial (social sciences), bertolak dari pengembangannya bermula sebagai filsafat. Misalnya seperti ISAAC NEWTON (1642-1727), menulis hukum-hukum fisikanya sebagai Philosophiae Naturalis Principia Mathematica pada tahun 1686. Dan ADAM SMITH (1723-1790) yang juga dikenal sebagai "bapak ilmu ekonomi", menulis buku yang berjudul The Wealth of Nations pada tahun 1776, dalam fungsinya sebagai Professor of Moral Philosophy di Universitas Glasgow, Skotlandia.
Newtonlah orangnya, yang telah memberikan alas kepada fisika yang klasik, yang menjanjikan suatu perkembangan yang tiada batasnya. Hukum-hukum fisika itu kemudian diterapkan kepada ilmu-ilmu pengetahuan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena Ilmu Pasti, Biologi, Filologi, Sejarah, dll.., telah mencapai hasil yang sangat penting. Harapan manusia diarahkan kepada filsafat. Hal ini menyebabkan filsafat tidak dapat berkembang dengan baik. Seberapapun manusia mengusahakan filsafat, ilmu ini disamakan dengan ilmu pengetahuan alam dalam cakupannya yang seluas-luasnya. Kegiatan "berpikir" disesuaikan dengan petunjuk-petunjuk yang telah diberikan Newton.
Metode yang dipakai di dalam filsafat biasanya adalah induksi. Manusia berpangkal dari gejala-gejala, dan mencoba mengembalikannya kepada beberapa asas dan hukum yang bersifat umum, sesuai dengan cara Newton dalam menyelidiki alam yang "tidak" organis ini.
Nama asal fisika adalah filsafat alam (natural philosophy), sedangkan nama asal ekonomi adalah filsafat moral (moral philosophy). Dalam perkembangan filsafat menjadi ilmu, maka terdapat taraf peralihan. Dalam taraf peralihan ini, maka bidang penjelajahan filsafat menjadi lebih sempit, tidak lagi menyeluruh, melainkan sektoral. Di sini manusia tidak lagi mempermasalahkan masalah moral secara keseluruhan, melainkan hanya sekedar dikaitkan dengan kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, yang kemudian berkembang menjadi ilmu ekonomi.
Walaupun demikian, dalam taraf ini, secara konseptual, sebenarnya ilu masih "mendasarkan diri" kepada norma-norma filsafat. Ekonomi, misalnya, masih merupakan penerapan etika (applied ethics) dalam kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Metode yang dipakai adalah normatif dan deduktif berdasarkan asas-asas moral yang filsafati.
Pada tahap selanjutnya, ilmu menyatakan dirinya otonom dari konsep-konsep filsafat, dan mendasarkan diri sepenuhnya kepada hakikat alam sebagaimana adanya. Pada tahap peralihan, ilmu masih mendasarkan diri kepada norma-norma yang seharusnya. Sedangkan pada tahap terakhir, ilmu mendasarkan diri kepada penemuan alamiah sebagaimana adanya.
Dalam menyusun pengetahuan tentang alam dan isinya ini, maka manusia tidak lagi mempergunakan metode yang bersifat normatif dan deduktif, melainkan hanya sekedar "kombinasi" antara deduktif dan induktif, dengan jembatan yang berupa "pengajuan hipotesis" yang dikenal sebagai metode logico-hypothetico-verifikatif. (Tunggu pembahasan selanjutnya dalam Metode Ilmiah). William James Durant alias WILL DURANT (1885-1981) dalam bukunya The Story of Philosophy, juga mengatakan bahwa : "Tiap-tiap ilmu dimulai dengan filsafat, dan diakhiri dengan seni. Muncul dalam hipotesis, dan berkembang ke keberhasilan....". (Will Durant, The Story of Philosophy, 1933)
BIDANG TELAAH FILSAFAT
Selaras dengan dasarnya yang spekulatif, maka filsafat menelaah segala masalah yang yang mungkin dapat dipikirkan oleh manusia. Sesuai dengan fungsinya sebagai pioneer, filsafat mempermasalahkan hal-hal yang pokok. Terjawab masalah yang satu, filsafat pun mulai merambah kepada pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Dalam tiap kurun zaman, tentu saja mempunyai masalah-masalah yang merupakan "mode" pada waktu itu. Filsafat yang sedang pop dewasa ini, mungkin mengenai UFO; apakah cuma kita satu-satunya "manusia" yang menghuni semesta ini ? Sekiranya diperkirakan terdapat 60 planet yang mempunyai kondisi seperti bumi, apakah cuma kita yang berpenghuni ? Mungkinkah surga dan neraka berada di jagat raya ini meskipun di galaksi lain ? Ataukah benda-benda langit itu pernah berpenghuni dan saling menghancurkan setelah mencapai abad teknologi nuklir ? (Bacalah buku Carl Sagan yang berjudul The Cosmic Connection, sebagai hiburan di waktu senggang).
Selaras dengan usaha peningkatan kemampuan penalaran manusia, maka Filsafat Ilmu pun menjadi ngetop. Sedangkan dalam masa-masa mendatang, maka yang akan menjadi perhatian khalayak ramai, kemungkinan bukan lagi filsafat ilmu, melainkan Filsafat Moral yang "berkaitan" dengan ilmu.
Seorang professor yang penuh humor, mendekat permasalahan yang dikaji filsafat dengan sajak seperti berikut :
What is a man ?
What is ?
What ?
Maksudnya adalah, bahwa dalam hal ini ada terdapat 3 tahapan untuk menyikapi permasalahan-permasalahan tersebut, yakni :
Tahap Pertama
Pada tahap mula sekali, filsafat mempersoalkan siapakah manusia itu : Hallo, siapa kau ? Tahap ini dapat dihubungkan dengan segenap pemikiran ahli-ahli filsafat sejak zaman Yunani Kuno sampai sekarang yang rupa-rupanya tak kunjung selesai mempermasalahkan makhluk yang satu ini. Kadang kurang kita sadari, bahwa tiap ilmu, terutama ilmu-ilmu sosial (social sciences), mempunyai asumsi tertentu tentang manusia yang menjadi lakon utama dalam kajian keilmuannya. Mungkin ada baiknya jika kita mengambil contoh yang agak berdekatan, yakni ilmu ekonomi dan manajemen. Kedua ilmu ini mempunyai asumsi yang berbeda-beda tentang manusia.
Ilmu ekonomi, misalnya, mempunyai asumsi bahwa manusia adalah makhluk ekonomi, yang bertujuan mencari kenikmatan sebesar-besarnya dan menjauhi ketidaknyamanan semungkin bisa. Dia adalah makhluk hedonis yang tak pernah merasa cukup. Atau dalam proposisi ilmiahnya : mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Sedangkan ilmu manajemen, mempunyai asumsi yang berbeda tentang manusia. Karena bidang telaahan ilmu manajemen, lain halnya dengan ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi, bertujuan menelaah hubungan manusia dengan barang atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan ilmu manajemen, bertujuan untuk menelaah tentang "kerja sama" antar sesama manusia, untuk mencapai suatu tujuan yang disetujui bersama (atau dengan kata lain, musyawarah untuk mufakat).
Cocokkah asumsi bahwa manusia adalah Homo Oeconomicus bagi manajemen yang tujuannya menelaah "kerja sama" antar sesama manusia ? Saya rasa, TIDAK ! Apakah motif ekonomis yang mendorong seseorang untuk ikut menjadi sukarelawan memberantas kemiskinan dan kebodohan ? Saya rasa, juga BUKAN ! Dan untuk itu, ilmu manajemen mempunyai beberapa asumsi tentang manusia tergantung dari perkembangan dan lingkungannya masins-masing; seperti makhluk ekonomi, makhluk sosial, dan makhluk aktualisasi diri.
Mengkaji permasalahan-permasalahan manajemen dengan asumsi manusia dalam kegiatan ekonomis, bisa menyebabkan timbulnya kekacauan dalam analisis yang bersifat akademik. Demikian juga, mengkaji permasalahan-permasalahan ekonomi dengan asumsi yang lain di luar makhluk ekonomi (katakanlah makhluk sosial, seperti asumsi dalam manajemen), bisa menjadikan ilmu ekonomi menjadi moral terapan, mundur sekian ratus tahun ke Abad Pertengahan. Sayang, bukan....??? "....The right (assumption of) man on the right place....". Mungkin kalimat ini perlu kita gantung di tiap-tiap pintu masing-masing disiplin keilmuan.
Tahap Kedua
Tahap yang kedua ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang berkisar tentang ada (wujud), tentang hidup, dan tentang eksistensi manusia. Apakah hidup ini sebenarnya ? Apakah hidup itu hanya sekedar peluang dengan nasib yang melempar dadu acak (random) ? Bila asumsi Tuhan itu adil, maka penciptaan haruslah diacak. Bila asumsi Tuhan itu adil, Tuhan tidak melempar dadu. (Nah, disinilah salah satu letak perbedaan antara ni'mat (nikmat) dengan istidroj). Ataukah hidup ini sama sekali absurd, tanpa arah tanpa bentuk, bagaikan amoeba yang berzigzag ? Dan nasib adalah bagaikan sibernetik dengan "umpan balik" pilihan probabilistik ? Atau barangkali suatu maksud ?
Ketika 2 abad berselang setelah Bruder Juniper menciptakan sastra klasiknya, yakni The Bridge of San Luis Rey yang sangat termasyhur itu, satu-satunya jembatan yang paling indah di seluruh Peru ambruk, hingga melemparkan 5 orang ke dalam jurang yang sangat dalam itu. Adalah hal yang sangat sulit untuk mengetahui kehendak Tuhan, namun sama sekali tidak berarti bahwa hal ini tidak akan pernah bisa kita ketahui, dan mengatakan bahwa Tuhan tidak pernah berpihak kepada kita, hingga mengatakan bahwa Tuhan terhadap kita adalah bagaikan lalat yang dibunuh kanak-kanak pada suatu hari di musim panas.
Mungkin ada seorang ilmuwan berkata : "Sama sekali tidak ada hubungannya dengan permasalahan keilmuan Saya....".. Dan ketika laboratorium riset genetika menghasilkan penemuan yang menyangkut hari depan manusia, akankah dia cuma mengangkat bahu dan berkata : "Mengapa ribut-ribut ? Bikin saja semua manusia IQ-nya 160 secara massal, habis perkara
Namunpun demikian, jika kita ingin menggumuli permasalahan-permasalahan semacam itu; baik tentang genetika, social engineering, atau bahkan bayi tabung; maka asas-asasnya tidak terdapat dalam ruang lingkup teori-teori ilmiah. Kita harus berpaling kepada filsafat (bukan berpaling dari filsafat), kemudian memilih-milih landasan moral; apakah suatu kegiatan ilmiah secara etis dapat dipertanggungjawabkan atau tidak.
Tahap Ketiga
Tahap pertama beres, tahap kedua juga beres. Pada tahap yang ketiga ini skenarionya bermula pada suatu pertemuan ilmiah "tingkat tinggi", dimana seorang ilmuwan berbicara panjang lebar ngalor ngidul tentang suatu penemuan ilmiah dalam risetnya. Setelah berjam-jam dia bicara, dia pun menyeka keringatnya, dan berkata kepada hadirin
Minggu, 18 Oktober 2015
FILSAFAT MENYIKAPI PENDIDIKAN
‘’FILSAFAT MENYIKAPI
ILMU PENDIDIKAN’’
AYU FERGY
LESTARIE
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SULTAN AGENG TIRTAYASA
ABSTRAK
Abstrak
Tulisan ini membahas tentang filsafat pendidikan terhadap ilmu pendidikan.
Filsafat merupakan acuan untuk meningkatkan mutu pendidikan., disadari atau
tidak, nampaknya dapat mempengaruhi situasi dan kondisi yang memprihatinkan
seperti saat ini, kita menumpukan seluruh harapan kepada pendidikan, karena
sadar bahwa hanya melalui pendidikan kita dapat memperbaiki hidup. Manusia
tidak terlepas dari jangkauan pikirannya yang mencirikan hakekat manusia dan
berpikirlan dia menjadi manusia, dan selanjutnya Ilmu pengetahuan berkembang dari rasa ingin
tahu, yang merupakan ciri khas manusia. Ilmu pengetahuan merupakan upaya khusus
manusia untuk menyingkapkan realitas, supaya memungkinkan manusia berkomunikasi
satu sama lain, membangun dialog dengan mengakui yang lain, dan meningkatkan
harkat kemanusiaannya.
Kata Kunci: Filsafat, Ilmu
Pendidikan
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam
era globalisasi dewasa ini ditandai dengan ketatnya tantangan dan persaingan,
serta pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengharuskan
setiap umat manusia untuk menghadapinya. Kesaktian ilmu pengetahuan dan
teknologi mendorong manusia berusaha untuk memilikinya melalui proses
pembelajaran, guna dimanfaatkan dari berbagai aspek kehidupan. Kaitannya antara
kemampuan untuk mengetahui sesuatu (knower) dengan kemampuan menalar atau
berpikir (knowing) sesuatu berupa kognitif adalah kemampuan menalar atau
berpikir terhadap sesuatu aksi dan reaksi, afektif adalah kemampuan untuk
merasakan apa yang telah diketahui, dan konaktif adalah kemampuan untuk
mencapai apa yang dirasakan.
Perkembangan
pemikiran dan penalaran manusia yang berdasarkan kaidah dan norma-norma
filsafat tidak hanya dipandang sebagai ilmu pengetahuan, tetapi merupakan
bagian kehidupan manusia yang menuntut terciptanya spesialisasi menuju
kemahiran terhadap suatu keterampilan dari berbagai bidang kegiatan dalam
memenuhi kehidupan manusia.
PEMBAHASAN
Manusia mengalami kebutuhan yang lebih
mendalam, yaitu untuk menemukan tata susunan yang sesungguhnya dalam
kenyataannya. Berbeda dengan makhluk yang lain yang hubungannya dengan alam
bersifat alamiah dan berupa ketundukan mutlak, hubungan manusia dengan alam
mengandung unsur ikhtiar, atau upaya untuk hidup secara manusiawi. Gambaran ini
menunjukkan bahwa dalam berpikir, manusia terlihat dari aspek kemanusiaannya
jika dia memikirkan kemajuannya., dan kemajuan kemajuan inilah salah satu
isyarat bahwa dalam proses berpikir manusia senantiasa berupaya berbenah diri
untuk hari esok lebih baik dari hari ini, demikian pula pendidikan, pendidikan
tidak akan selangkah lebih maju jika hanya diterima apa adanya, namun perlu
adanya perbaikan dalam bentuk suatu upaya untuk proses berpikir secara
mendalam. Oleh karenanya dengan memahami filsafat dengan baik maka orang akan
dapat mengembangkan secara konsisten ilmu-ilmu pengetahuan yang dipelajari.
Filsafat mengkaji dan memikirkan tentang hakikat segala sesuatu secara
menyeluruh, sistematis, terpadu, universal dan radikal yang hasilnya menjadi
pedoman dan arah dari perkembangan ilmu-ilmu
yang bersangkutan. Oleh karenanya yang membantu filsafat pendidikan
terlaksanan dengan baik, maka terdapat beberapa teori yang menjadi acuan dalam
menopang terselenggaranya pendidikan yang maksimal. Teori dimaksud menurut
Prof. HM.Arifin, M.Ed, yaitu:
1.
Etika atau teori tentang Nilai
2.
Teori ilmu pengetahuan atau Epistimologi dan
3.
Teori tentang realitas atau kenyataan dan yang ada dibalik kenyataan yang
disebut Metafisika. 4. Permasalahan yaang diidentifikasikan dalam ketiga
disiplin ilmu ini menjadi materi yang dibahas
di dalam filsafat pendidikan.
Masyarakat
zaman modern saat ini telah meyakini tentang eksistensi pendidikan dari yang
sifatnya unum sampai kepada yang khusus. Keyakinan ini makin hari diperkuat
dengan berkembangnya metode pengukuran dan cara analisa yang dapat dipecaya
untuk menghasilkan data yang dipercaya pula. Dengan bahasa ilmiah lazim
dikatakan “Apa yang ada itu dapat dihayati karena dapat diukur”. Menyikapi
gambaran di atas menurut Prof. Imam Barnadib, M.A., Ph.D., dalam bukunya
Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode, mengutarakan bahwa dan mempertanyakan
bahwa apakah yang seharusnya pendidik
lakukan untuk memimpin anak didik itu untuk mewujudkan tujuan di atas. Keterangan ini membutuhkan
pemikiran yang mendalam untuk dapat
ditetapkan arah yang seharusnya diupayakan penerapannya. Dari berbagai
upaya yang diterapkan oleh segenap pakar pendidikan terhadap kemajuan
pendidikan, namun kenyataannya selalu ber-evolusi, artinya selalu ada
peningkatan pemahaman yang lebih kongkrit untuk dipahami bersama, dan makin
maju peradaban manusia, maka selalu dibarengi dengan cara berfikir yang semakin kritis, dan pemikiran kritis inilah
mengantar filsafat pendidikan mendapatkan jatidirinya sebagai disiplin ilmu
yang mengantar segenap para ilmuan untuk memperoleh hasil maksimal, yang dalam
hal ini argumen- argumen agama sebagai acuan untuk diuji kebenarannya melalui pemikiran mendalam
yang pada gilirannya menghasilkan sesuatu yang sangat berguna bagi
kesejahteraan manusia. Masalah pokok yang akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu bagaimana Fungsi Filsafat
Pendidikan terhadap Ilmu Pendidikan.
A. Filsafat menyikapi ilmu pendidikan
Pengetahuan
yang merupakan produk kegiatan berpikir merupakan obor pencerahan peradaban
dimana manusia menemukan dirinya dan menghayati hidup dengan lebih sempurna.
Berbagai peralatan dikembangkan manusia
untuk meningktkan kualitas hidupnya dengan menerapkan pengetahuan yang
diperolehnya. Proses penemuan dan penerapan itulah yang menghasilan kapak dan
batu zaman dulu sampai komputer zaman ini. Argumen ini menunjukkan bahwa
berpikir kritis pada dasarnya merupakan sebuah proses yang membuahkan
pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti
jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang
berupa pengetahuan. Oleh karenanya untuk mendapatkan pengetahuan, ilmu membuat
beberapa andaian (asumsi) mengenai obyek-obyek empiris. Asumsi ini perlu, sebab
pernyataan asumtif inilah yang memberikan arah dan landasan bagi kegiatan
penelahan kita. Maka dengan itu sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama
kita bisa menerima asumsi yang dikemukakaknya.7 Filsafat merupakan acuan untuk
meningkatkan mutu pendidikan., disadari atau tidak, nampaknya dapat
mempengaruhi situasi dan kondisi yang memprihatinkan seperti saat ini, kita
menumpukan seluruh harapan kepada pendidikan, karena sadar bahwa hanya melalui
pendidikan kita dapat memperbaiki hidup. Memang seharusnya demikian, tetapi
mengapa kehidupan bangsa ini tidak juga mengalami perbaikan setelah 70 tahun
merayakan kemerdekaannya. Mengapa pendidikan yang kita selenggarakan selama
rentang waktu itu, dengan biaya yang tentu saja tidak sedikit, belum juga mampu
mengangkat harkat dan martabat bangsa., dengan keadaan ini menggabarkan ada
masalah dengan pendidikan kita; itulah jawabannya. Sistem pendidikan kita
terbukti belum berhasil mengeluarkan bangsa ini
dari berbagai permasalahan hidup yang mengimpitnya. Dari keterangan ini
terlihat jelas dan lebih terfokus terhadap sistem pendidikan yang belum
maksimal rumusannya, sehingga hampir setiap ada pergantian pucuk pimpinan
negara, pemikiran rumusan kurikulum juga mengalami perobahan. Perobahan demi
perobahan terus berlanjut yang arahnya belum tuntas konsep satu dalam
penerapannya untuk diimplementasikan maksimal, muncul lagi konsep baru yang
terjadi lagi pergantian nama yang sampai saat ini dikenal kurikulum 2013.
Artinya lain pimpinan lain pula konsepnya., dan disitulah peranan Filsafat
untuk terus menerus melihat aspek aspek yang kurang untuk disempurnakan. Untuk
mencapai suatu kesempurnaan dalam beraktivitas sesuatu yang sangat sulit kita
lakukan, namun jika sekiranya para pemimpin ingin ikhlas dan menjabarkan
segenap programnya untuk kemajuan pendidikan, dapat dipastikan bahwa bangsa ini
akan maju selangkah dengan situasi pendidikan bangsa lain. Kemajuan suatu
pendidikan merupakan langkah awal menuju kemajuan di bidang lainnya.
Kemajuan-kemajuan bangsa bangsa yang terkemuka saat ini bukan ditunjang dengan
keadaan alamnya yang melimpah, tetapi sangat ditunjang dengan kamajuan
pendidikan manusianya. Baik itu Amerika, Jepang, Jerman maupun bangsa bangsa di
Eropa Timur lainnya. Memajukan suatu pendidikan dampaknya bukan hanya terasa
bagi individu yang bersangkutan, namun dapat memberikan dampak yang positif
terhadap segenap manusia yang mempergunakannya.
B. Fungsi filsafat dalam ilmu pendidikan
Filsafat
bukanlah hasil dari riset atau eksperimen. Benar atau salahnya tidak mungkin
diuji dengan fakta. Filsafat adalah hasil pemikiran. Maka pemikiran pula yang
akan menerima atau menolak. Keterangan ini mengisyaratkan bahwa filsafat adalah
hasil pemikiran yang tentunya dalam proses peningkatan ilmu terdapat
klasifikasi, yang pro dan kontra.
Perbedaan
ini disebabkan cara yang berbeda. Di satu pihak agama ber-alat-kan kepercayaan,
di lain pihak filsafat berdasarkan penelitian yang menggunakan potensi
manusiawi, dan meyakininya sebagai satu satunya alat ukur kebenaran, yaitu akal
manusia, namun demikian tidak mutlak filsafat tidak bisa mengkaji agama untuk
menemukan kebanaran-Nya Menyikapi
masalah kebenaran dalam filsafat dan kebanaran Agama pada umumnya dimaknai di
satu sisi agama ber-alat-kan kepercayaan, di lain pihak filsafat berdasarkan
penelitian yang menggunakan potensi manusiawi, jika kebenaran yang dibicarakan
dengan mempergunakan alat yang sama seperti akal manusia dan terdapat perbedaan
yang gambarannya tidak bisa dipertemukan, pada dasarnya hal yang kita cari
dapat dikatakan bukan kebenaran. Karena namanya kebenaran walaupun bagaimana
wujudnya tetap mengandung makna
(kebenaran).
KESIMPULAN
Pengetahuan
yang merupakan produk kegiatan berpikir merupakan obor pencerahan peradaban
dimana manusia menemukan dirinya dan menghayati hidup dengan lebih sempurna.
Berbagai peralatan dikembangkan manusia
untuk meningktkan kualitas hidupnya dengan menerapkan pengetahuan yang
diperolehnya. Proses penemuan dan penerapan itulah yang menghasilan kapak dan
batu zaman dulu sampai komputer zaman
ini.Manusia tidak terlepas dari jangkauan pikirannya yang mencirikan
hakekat manusia dan berpikirlan dia menjadi manusia, dan selanjutnya Ilmu pengetahuan berkembang dari rasa ingin
tahu, yang merupakan ciri khas manusia.
Ilmu pengetahuan merupakan upaya khusus manusia untuk menyingkapkan
realitas, supaya memungkinkan manusia berkomunikasi satu sama lain, membangun
dialog dengan mengakui yang lain, dan meningkatkan harkat kemanusiaannya.
Minggu, 11 Oktober 2015
DI NEGRI KABUT SIAPA DUDUK DI SANA
Dinegri kabut, tempat segala rahasia
Bangau-bangau bebas mencari kata-kata
Rumput hijau menghujam luas di gunung sana
Rumahku di sana terdiri dari kaca-kaca keruh
Bila senja dan pagi menjatuhkan warnanya
Di atas gunung,
Rumahku berdiri kokoh, melukis rahasia di tengah-tengahnya
Ada.......memang ada
Kumpulan tawa, canda kanak-kanak sambil
Membagi duka terlukis di gunung sana
Setiap tetesan kabut di seputarnya,
Kabut rahasia.............. Kabut rahasia
Terkumpul di keluarga ku
DUDUK SAMBIL MENGGEMGAM KATA-KATA
Jumat, 09 Oktober 2015
Filsafat dalam Sejarah Islam
Pemikiran filsafat masuk ke dalam Islam melalui filsafat Yunani yang dijumpai kaum Muslimin pada abad ke-8 Masehi atau abad ke-2 Hijriah di Suriah, Mesopotamia, Persia, dan Mesir.
Dalam Ensiklopedi Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve dijelaskan bahwa kebudayaan dan filsafat Yunani masuk ke daerah-daerah itu melalui ekspansi Alexander Agung, penguasa Macedonia (336-323 SM), setelah mengalahkan Darius pada abad ke-4 SM di kawasan Arbela (sebelah timur inggris).
Alexander Agung datang dengan tidak menghancurkan peradaban dan kebudayaan Persia, bahkan sebaliknya, ia berusaha menyatukan kebudayaan Yunani dan Persia. Hal ini telah memunculkan pusat-pusat kebudayaan Yunani di wilayah Timur, seperti Alexandria di Mesir, Antiokia di Suriah, Jundisyapur di Mesopotamia, dan Bactra di Persia.
Pada masa Dinasti Umayyah, pengaruh kebudayaan Yunani terhadap Islam belum begitu nampak karena ketika itu perhatian penguasa Umayyah lebih banyak tertuju kepada kebudayaan Arab. Pengaruh kebudayaan Yunani baru nampak pada masa Dinasti Abbasiyah karena orang-orang Persia pada masa itu memiliki peranan penting dalam struktur pemerintahan pusat.
Para Khalifah Abbasiyah pada mulanya hanya tertarik pada ilmu kedokteran Yunani berikut dengan sistem pengobatannya. Tetapi kemudian mereka juga tertarik pada filsafat dan ilmu pengetahuan lainnya. Perhatian pada filsafat meningkat pada zaman Khalifah Al-Makun (198-218 H/813-833 M).
be positive
"Bersedih dengan orang yang tepat lebih baik daripada berbahagia dengan orang yang salah dan oleh karena itu bijaklah anda dalam memilih sahabat." #be positive
Langganan:
Postingan (Atom)